God Almighty says in the Holy Quran: ‘By Time,
Indeed, mankind is in loss, Except for those who have believed and done
righteous deeds and advised each other to truth and advised each other to
patience." (Firman Allah Ta'ala: 'Demi Masa! Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian Kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal soleh, dan mereka pula berpesan-pesan
dengan kebenaran serta berpesan-pesan dengan sabar.’ (Qur'an, Al-Asr 103)

REMEMBER: "UMATi, UMATi, UMATi" HebrewKing@mail.com
Spread the WORD: Iman
REMEMBER: "UMATi, UMATi, UMATi" worlduptown@yahoo.co.uk
SIKAP-SIKAP TELADAN YANG DIAMBIL MEREKA YANG BERIMAN SEMPURNA DALAM MASA-MASA SUSAH
Sebelum membahas sikap-sikap
yang dianut mereka yang beriman sempurna di masa-masa susah, kita perlu
memiliki pemahaman yang sebenarnya tentang cara mereka merasakan kesusahan.
Mereka yang beriman sempurna adalah mereka yang benar-benar meresapi bahwa
dunia ini adalah tempat yang dirancang khusus untuk menempatkan manusia ke
dalam cobaan. Mereka juga benar-benar mengetahui bahwa gagasan “Kesusahan”
diciptakan untuk membedakan antara “orang-orang yang sungguh-sungguh beriman”
dan “orang-orang yang di hatinya ada penyakit”.
Masa-masa susah dan masalah adalah saat-saat penting bagi makhluk yang memung-kinkan mereka membuktikan ketulusan mereka dalam beriman. Karena itu, berlawanan dengan makna biasanya, “Kesusahan” sungguh-sungguh “Nikmat” bagi orang yang beriman sempurna. Karena kesan ini, mereka menaruh kepercayaan kepada Allah saat menemui kesukaran. Sementara itu, mereka tidak pernah lupa berdoa bahwa Allah tidak akan membebani mereka dengan yang lebih daripada kemampuan mereka menanggungnya:
Masa-masa susah dan masalah adalah saat-saat penting bagi makhluk yang memung-kinkan mereka membuktikan ketulusan mereka dalam beriman. Karena itu, berlawanan dengan makna biasanya, “Kesusahan” sungguh-sungguh “Nikmat” bagi orang yang beriman sempurna. Karena kesan ini, mereka menaruh kepercayaan kepada Allah saat menemui kesukaran. Sementara itu, mereka tidak pernah lupa berdoa bahwa Allah tidak akan membebani mereka dengan yang lebih daripada kemampuan mereka menanggungnya:

Firman Allah Taala: ‘Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesang-gupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka) berdoa: ”Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkau Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir.’ (QS Al-Baqarah, 2: Ayat 286)
Dalam menghadapi kesusahan, mereka mengerti bahwa itu adalah cobaan “yang mereka mempunyai kekuatan untuk menanggungnya” dan karena itu mencoba menunjukkan kepasrahan mereka kepada Allah dan kepercayaan mereka kepadaNya dengan cara sebaik mungkin.
Mereka mengetahui bahwa sikap-sikap yang mereka anuti pada masa-masa senang dan yang mereka perlihatkan dalam masa-masa susah tidaklah sama di mata Allah. Dalam hal ini, Allah memberikan contoh berikut:
Dalam menghadapi kesusahan, mereka mengerti bahwa itu adalah cobaan “yang mereka mempunyai kekuatan untuk menanggungnya” dan karena itu mencoba menunjukkan kepasrahan mereka kepada Allah dan kepercayaan mereka kepadaNya dengan cara sebaik mungkin.
Mereka mengetahui bahwa sikap-sikap yang mereka anuti pada masa-masa senang dan yang mereka perlihatkan dalam masa-masa susah tidaklah sama di mata Allah. Dalam hal ini, Allah memberikan contoh berikut:

Firman Allah Taala: ‘Tidaklah
sama keadaan orang-orang yang duduk (tidak turut berperang) dari kalangan
orang-orang yang beriman - selain daripada orang-orang yang ada keuzuran -
dengan orang-orang yang berjihad (berjuang) pada jalan Allah (untuk membela
Islam) dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjuang
dengan harta benda dan jiwa mereka atas orang-orang yang tinggal duduk (tidak
turut berperang kerana uzur) dengan kelebihan satu darjat. Dan tiap-tiap satu
(dari 2 golongan itu) Allah menjanjikan dengan balasan yang baik (Syurga), dan
Allah melebihkan orang-orang yang berjuang atas orang-orang yang tinggal duduk
(tidak turut berperang dan tidak ada sesuatu uzur) dengan pahala yang amat
besar’ (QS Al-Nisa, 4: Ayat 95)
Sebagaimana ditekankan ayat di atas, mereka yang mencari redha Allah di masa-masa susah lebih unggul daripada mereka yang tidak berupaya apa pun. Pegangan erat kepada agama mereka dalam masa-masa susah seperti itu menyingkapkan kebesaran iman mereka.
Sukar menilai ketulusan seseorang yang berkorban di masa-masa mudah. Menempatkan manusia ke dalam cobaan melalui kesukaran adalah cara Allah membedakan antara mereka yang bersungguh-sungguh dan mereka yang pendusta.
Cobaan Allah pada mukmin dengan kesukaran-kesukaran memiliki maksud lain. Telah mengalami kesukaran membuat seseorang menghargai lebih baik nilai sebuah nikmat dan membuatnya merasa lebih bersyukur.
Ini karena kesukaran dan kesakitan mendewasakan jiwa manusia. Kesukaran-kesukaran di dunia ini membuat manusia mampu membuat pembandingan antara yang baik dan yang buruk, kelebihan dan kekurangan, kenyamanan dan keresahan.
Hanya melalui pembandingan-pembandingan ini seorang manusia menghargai nilai nikmat lahiriah dan batiniah yang ia rasakan. Lebih penting lagi, kesukaran-kesukaran ini membuatnya mampu sungguh-sungguh mengerti bagaimana ia memerlukann Allah dan memahami kelemahannya di hadapanNya.
Macam-macam kesukaran melalui mana seseorang dapat ditempatkan ke dalam cobaan di dunia ini diterangkan sebagai berikut:
Sebagaimana ditekankan ayat di atas, mereka yang mencari redha Allah di masa-masa susah lebih unggul daripada mereka yang tidak berupaya apa pun. Pegangan erat kepada agama mereka dalam masa-masa susah seperti itu menyingkapkan kebesaran iman mereka.
Sukar menilai ketulusan seseorang yang berkorban di masa-masa mudah. Menempatkan manusia ke dalam cobaan melalui kesukaran adalah cara Allah membedakan antara mereka yang bersungguh-sungguh dan mereka yang pendusta.
Cobaan Allah pada mukmin dengan kesukaran-kesukaran memiliki maksud lain. Telah mengalami kesukaran membuat seseorang menghargai lebih baik nilai sebuah nikmat dan membuatnya merasa lebih bersyukur.
Ini karena kesukaran dan kesakitan mendewasakan jiwa manusia. Kesukaran-kesukaran di dunia ini membuat manusia mampu membuat pembandingan antara yang baik dan yang buruk, kelebihan dan kekurangan, kenyamanan dan keresahan.
Hanya melalui pembandingan-pembandingan ini seorang manusia menghargai nilai nikmat lahiriah dan batiniah yang ia rasakan. Lebih penting lagi, kesukaran-kesukaran ini membuatnya mampu sungguh-sungguh mengerti bagaimana ia memerlukann Allah dan memahami kelemahannya di hadapanNya.
Macam-macam kesukaran melalui mana seseorang dapat ditempatkan ke dalam cobaan di dunia ini diterangkan sebagai berikut:

Firman Allah Taala: ‘Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelapa-ran,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.’ (QS Al-Baqarah, 2: Ayat 155)
Seorang mukmin yang mengingat ayat ini menyiapkan diri bagi kesukaran-kesukaran bahkan sebelum menemuinya dan berjanji kepada Allah bahwa ia akan menunjukkan ketabahan dalam kesabaran dan kepasrahan, dan tetap mengabdi, apa pun keadaan menjadi.
Keimanan sempurnanya menyebabkankan sikap mulia ini. Dalam menghadapi ketaku-tan, kelaparan tak terperi, kemiskinan, cedera atau kehilangan orang terkasih, ia tetap bertekad berpuas diri dengan Allah dan menganut sikap bersyukur kepadaNya.
Ia melihat semua keadaan itu sebagai cara untuk lebih mendekat kepada Allah dan untuk meraih surga. Satu ayat berbunyi:
Seorang mukmin yang mengingat ayat ini menyiapkan diri bagi kesukaran-kesukaran bahkan sebelum menemuinya dan berjanji kepada Allah bahwa ia akan menunjukkan ketabahan dalam kesabaran dan kepasrahan, dan tetap mengabdi, apa pun keadaan menjadi.
Keimanan sempurnanya menyebabkankan sikap mulia ini. Dalam menghadapi ketaku-tan, kelaparan tak terperi, kemiskinan, cedera atau kehilangan orang terkasih, ia tetap bertekad berpuas diri dengan Allah dan menganut sikap bersyukur kepadaNya.
Ia melihat semua keadaan itu sebagai cara untuk lebih mendekat kepada Allah dan untuk meraih surga. Satu ayat berbunyi:

Firman Allah Taala: ‘Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) Janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.‘ (QS Al-Taubah, 9: Ayat 111)
Mukmin yang telah mencapai kedewasaan iman ini sadar bahwa orang tidak dapat meraih ganjaran Akbar seperti surga hanya dengan mengatakan: “Saya beriman”:
Mukmin yang telah mencapai kedewasaan iman ini sadar bahwa orang tidak dapat meraih ganjaran Akbar seperti surga hanya dengan mengatakan: “Saya beriman”:


Firman Allah Taala: ‘Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) men-gatakan: ”Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah men-getahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.’ (QS
Al-Ankabut, 29: Ayat 2-3)
Lagi di ayat yang lain Allah menarik perhatian kita ke penting kebenaran ini:
Lagi di ayat yang lain Allah menarik perhatian kita ke penting kebenaran ini:

Firman Allah Taala: ‘Apakah
kamu mengira kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelummu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan ber-macam-macam cobaan)
sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman ber-samanya: ”Bilakah
datangnya pertolongan Allah?“ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat’. (QS Al-Baqarah, 2: Ayat 214)
Ayat-ayat ini menyingkapkan bahwa, dalam kepatuhan kepada hukum Allah yang tak boleh diubah, segenap manusia yang pernah muncul di bumi telah menghadapi kesu-karan-kesukaran ini. Mereka juga diuji dengan menempatkan harta dan jiwa mereka sebagai taruhan; mereka juga dihadapkan dengan kekejaman dan tekanan dari kafirin dan karenanya perbedaan antara mukmin sejati dan yang tidak tulus menjadi nampak. Itulah mengapa, saat seorang mukmin mengenal Qur'an, ia mulai menyiapkan diri bagi peristiwa-peristiwa ini.
Akan tetapi, peristiwa-peristiwa ini, yang terjadi sejalan dengan saripati cobaan, mungkin tidak sama tepat dengan yang terjadi dalam keadaan di zaman Nabi kita Sallalla-hu-Alayhi-was-Sallam. Di zaman kita, kita mungkin menemui kesukaran-kesu-karan dalam keadaan yang sangat berbeda. Seorang manusia yang telah meraih keimanan sempurna mengetahui bahwa setiap peristiwa merugikan yang dialaminya adalah, tanpa kecuali, cobaan dari Allah. Macam musibah yang dihadapinya mungkin kelaparan, kehilangan harta atau jiwa, maupun cobaan-cobaan yang mungkin ia temui di dalam kehidupan sehari-hari.
Kadang kala semua macam kesusahan datang silih berganti. Seseorang mungkin kehi-langan orang tercinta pada waktu yang tak terduga. Di saat yang sama, ia mungkin menghadapi masalah kewangan. Semua tekanan ini mungkin dilipatgandakan oleh masalah kesehatan yang parah. Sementara itu, melihat semua ini sebagai kesempatan, iblis mungkin mencari cara menggoda si orang yang menderita ini.
Di tengah-tengah kesulitan ini, seorang mukmin lain mungkin meminta bantuannya. Di bawah semua keadaan, orang yang beriman sempurna menanggapi dengan sikap yang paling menyenangkan Allah dan tidak pernah membuat siapa pun yang meminta ban-tuannya menjadi sadar akan kesukaran-kesukaran yang sedang digelutinya. Nada suaranya, raut wajahnya atau bahasa tubuhnya menyampaikan keikhlasannya membantu. Orang yang beriman sempurna menunjukkan semua kesabaran dan kebijaksanaan-kebijaksanaan akhlak mulia ini karena pengabdian, penghormatan, ketakutannya, dan kepasrahannya kepada Allah.
Contoh di atas dengan jelas menyampaikan hal bahwa tak masalah betapa mengerikan keadaan menjadi, orang yang beriman sempurna tidak pernah menyimpang dari peri-laku dan sikap bijaksana. Sadar bahwa semua musibah yang menimpa manusia adalah atas kehendak Allah, ia mencari penghiburan dan pemecahan hanya dari Allah. Dunia ini bukan apa-apa me-lainkan persinggahan sementara baginya; ia akan tinggal di sini hanya untuk masa waktu tertentu dan lalu berangkat; apa yang penting adalah menjalankan kesabaran di bawah semua keadaan, hidup dengan nilai-nilai yang menyenangkan Allah dan meraih redhaNya. Apa pun dalam kehidupan di dunia fana ini adanya. Seorang manusia harus secara azasi mengingat bahwa ia sedang dicoba dengan peristiwa-peristiwa sementara dan, ber-dasarkan pada akibat cobaan-cobaan ini, sebuah tempat abadi menantinya di hari kemudian.
Tempat sejati manusia adalah hari kemudian. Bahkan jika seseorang mengalami kesa-kitan, kesukaran, atau tekanan yang terparah di dunia ini, semua itu akhirnya lenyap atau akan disudahi oleh kematian. Hal ini juga berlaku untuk yang sebaliknya. Tiada nikmat yang dirasakan seseorang di dunia ini sungguh-sungguh miliknya. Ketika kematian menjemput, ia akan mening-galkan semua itu.
Mungkin saja bahwa seseorang yang menjalani kehidupan bermain-main di dunia ini akan berakhir dalam siksa neraka. Apa yang kami maksudkan di sini adalah, mutu kehi-dupan menyenangkan yang manusia rasakan di dunia ini bukan sebuah syarat; karena hidup bukan apa-apa melainkan cobaan. Orang yang telah melalui kesukaran-kesukaran di dunia ini mungkin orang yang layak hidup bahagia di surga. Hal itu karena di dunia ini, ia meninggikan Allah, dan mene-rapkan kesabaran untuk meraih redhaNya. Orang-orang ini akan mengatakan yang berikut di hari kemudian:
Ayat-ayat ini menyingkapkan bahwa, dalam kepatuhan kepada hukum Allah yang tak boleh diubah, segenap manusia yang pernah muncul di bumi telah menghadapi kesu-karan-kesukaran ini. Mereka juga diuji dengan menempatkan harta dan jiwa mereka sebagai taruhan; mereka juga dihadapkan dengan kekejaman dan tekanan dari kafirin dan karenanya perbedaan antara mukmin sejati dan yang tidak tulus menjadi nampak. Itulah mengapa, saat seorang mukmin mengenal Qur'an, ia mulai menyiapkan diri bagi peristiwa-peristiwa ini.
Akan tetapi, peristiwa-peristiwa ini, yang terjadi sejalan dengan saripati cobaan, mungkin tidak sama tepat dengan yang terjadi dalam keadaan di zaman Nabi kita Sallalla-hu-Alayhi-was-Sallam. Di zaman kita, kita mungkin menemui kesukaran-kesu-karan dalam keadaan yang sangat berbeda. Seorang manusia yang telah meraih keimanan sempurna mengetahui bahwa setiap peristiwa merugikan yang dialaminya adalah, tanpa kecuali, cobaan dari Allah. Macam musibah yang dihadapinya mungkin kelaparan, kehilangan harta atau jiwa, maupun cobaan-cobaan yang mungkin ia temui di dalam kehidupan sehari-hari.
Kadang kala semua macam kesusahan datang silih berganti. Seseorang mungkin kehi-langan orang tercinta pada waktu yang tak terduga. Di saat yang sama, ia mungkin menghadapi masalah kewangan. Semua tekanan ini mungkin dilipatgandakan oleh masalah kesehatan yang parah. Sementara itu, melihat semua ini sebagai kesempatan, iblis mungkin mencari cara menggoda si orang yang menderita ini.
Di tengah-tengah kesulitan ini, seorang mukmin lain mungkin meminta bantuannya. Di bawah semua keadaan, orang yang beriman sempurna menanggapi dengan sikap yang paling menyenangkan Allah dan tidak pernah membuat siapa pun yang meminta ban-tuannya menjadi sadar akan kesukaran-kesukaran yang sedang digelutinya. Nada suaranya, raut wajahnya atau bahasa tubuhnya menyampaikan keikhlasannya membantu. Orang yang beriman sempurna menunjukkan semua kesabaran dan kebijaksanaan-kebijaksanaan akhlak mulia ini karena pengabdian, penghormatan, ketakutannya, dan kepasrahannya kepada Allah.
Contoh di atas dengan jelas menyampaikan hal bahwa tak masalah betapa mengerikan keadaan menjadi, orang yang beriman sempurna tidak pernah menyimpang dari peri-laku dan sikap bijaksana. Sadar bahwa semua musibah yang menimpa manusia adalah atas kehendak Allah, ia mencari penghiburan dan pemecahan hanya dari Allah. Dunia ini bukan apa-apa me-lainkan persinggahan sementara baginya; ia akan tinggal di sini hanya untuk masa waktu tertentu dan lalu berangkat; apa yang penting adalah menjalankan kesabaran di bawah semua keadaan, hidup dengan nilai-nilai yang menyenangkan Allah dan meraih redhaNya. Apa pun dalam kehidupan di dunia fana ini adanya. Seorang manusia harus secara azasi mengingat bahwa ia sedang dicoba dengan peristiwa-peristiwa sementara dan, ber-dasarkan pada akibat cobaan-cobaan ini, sebuah tempat abadi menantinya di hari kemudian.
Tempat sejati manusia adalah hari kemudian. Bahkan jika seseorang mengalami kesa-kitan, kesukaran, atau tekanan yang terparah di dunia ini, semua itu akhirnya lenyap atau akan disudahi oleh kematian. Hal ini juga berlaku untuk yang sebaliknya. Tiada nikmat yang dirasakan seseorang di dunia ini sungguh-sungguh miliknya. Ketika kematian menjemput, ia akan mening-galkan semua itu.
Mungkin saja bahwa seseorang yang menjalani kehidupan bermain-main di dunia ini akan berakhir dalam siksa neraka. Apa yang kami maksudkan di sini adalah, mutu kehi-dupan menyenangkan yang manusia rasakan di dunia ini bukan sebuah syarat; karena hidup bukan apa-apa melainkan cobaan. Orang yang telah melalui kesukaran-kesukaran di dunia ini mungkin orang yang layak hidup bahagia di surga. Hal itu karena di dunia ini, ia meninggikan Allah, dan mene-rapkan kesabaran untuk meraih redhaNya. Orang-orang ini akan mengatakan yang berikut di hari kemudian:


Firman Allah Taala: ‘Dan mereka
berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari
kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pen-gampun lagi Maha Mensyukuri.
Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karuniaNya; di
dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.’ (QS Fathir, 35:
Ayat 34-35)
Sikap yang Ditunjukkan Orang yang Beriman Sempurna ketika Nikmat Dianugerahkan kepadanya
Sebagian besar orang - dalam kata-kata Qur'an - "berbangga" ketika Allah menyirami mereka dengan nikmat-nikmat setelah sejumlah tekanan yang mereka lalui. Melupakan Pemberi semua nikmat ini, mereka segera memalingkan wajah mereka. Akan tetapi, Allah berfirman:
Sikap yang Ditunjukkan Orang yang Beriman Sempurna ketika Nikmat Dianugerahkan kepadanya
Sebagian besar orang - dalam kata-kata Qur'an - "berbangga" ketika Allah menyirami mereka dengan nikmat-nikmat setelah sejumlah tekanan yang mereka lalui. Melupakan Pemberi semua nikmat ini, mereka segera memalingkan wajah mereka. Akan tetapi, Allah berfirman:

‘Sesungguhnya Qarun adalah ia
dari kaum Nabi Musa, kemudian ia berlaku sombong dan zalim terhadap mereka; dan
Kami telah mengurniakannya dari berbagai jenis kekayaan yang anak-anak kuncinya
menjadi beban yang sungguh berat untuk dipikul oleh sebilangan orang yang kuat
sasa. (Ia berlaku sombong) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah
engkau bermegah-megah (dengan kekayaan-mu), sesungguhnya Allah tidak suka
kepada orang-orang yang bermegah-megah. (seperti lagakmu itu).’ (QS Al-Qashash,
28: Ayat 76)
Mereka yang sungguh beriman adalah mereka yang tidak pernah berbangga pada nikmat yang mereka nikmati dan yang sadar bahwa semua nikmat itu dari Tuhan mereka.
Mereka tak pernah gagal mempertimbangkan kenyataan bahwa mereka memerlukan Allah pada masa-masa sejahtera dan tenteram maupun masa-masa susah. Bahwa Allah dapat menarik kembali nikmatNya setiap saat Dia kehendaki dan membiarkan mereka kekurangan merupakan kenyataan yang tidak pernah mereka lupakan.
Dengan pola fikir ini, dalam kekurangan atau kelapangan, dalam kemudahan atau kesulitan, mereka selalu menganut sikap bersyukur kepada Allah.
Mereka yang beriman sempurna menakuti hukuman Hari yang mengerikan. Mereka men-getahui Allah akan menghukum orang-orang yang tak bersyukur kepadaNya. Bahwa Allah akan menghukum orang-orang yang tak bersyukur dikatakan dalam sebuah ayat:
Mereka yang sungguh beriman adalah mereka yang tidak pernah berbangga pada nikmat yang mereka nikmati dan yang sadar bahwa semua nikmat itu dari Tuhan mereka.
Mereka tak pernah gagal mempertimbangkan kenyataan bahwa mereka memerlukan Allah pada masa-masa sejahtera dan tenteram maupun masa-masa susah. Bahwa Allah dapat menarik kembali nikmatNya setiap saat Dia kehendaki dan membiarkan mereka kekurangan merupakan kenyataan yang tidak pernah mereka lupakan.
Dengan pola fikir ini, dalam kekurangan atau kelapangan, dalam kemudahan atau kesulitan, mereka selalu menganut sikap bersyukur kepada Allah.
Mereka yang beriman sempurna menakuti hukuman Hari yang mengerikan. Mereka men-getahui Allah akan menghukum orang-orang yang tak bersyukur kepadaNya. Bahwa Allah akan menghukum orang-orang yang tak bersyukur dikatakan dalam sebuah ayat:

Firman Allah Taala: ‘Demikianlah
Kami memberi balasan kepada mereka karena keka-firan mereka. Dan Kami tidak
menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang
sangat kafir.’ (QS Saba', 34: Ayat 17)
Sama seperti kesulitan, nikmat juga bagian dari cobaan ke dalam mana Allah tempatkan hamba-hambaNya di dunia ini. Sebagaimana Nabi Allah Sulaiman Alayhis Sallam ung-kapkan:
Sama seperti kesulitan, nikmat juga bagian dari cobaan ke dalam mana Allah tempatkan hamba-hambaNya di dunia ini. Sebagaimana Nabi Allah Sulaiman Alayhis Sallam ung-kapkan:

Firman Allah Taala: “Ini
termasuk karunia Tuhanku untuk mencobaku apakah aku ber-syukur atau mengingkari
akan nikmatNya. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia!” (QS Al-Naml, 27: Ayat 40)
Sikap yang diambil mukmin beriman sempurna terhadap nikmat-nikmat adalah ber-segera mencari perlindungan Allah dan merasa bersyukur kepadaNya, sadar bahwa semua itu cobaan. Dan lalu ia mengubah nikmat-nikmat ini menjadi amal kebajikan demi meraih redha Allah.
Akan tetapi, seseorang perlu mengingat bahwa nikmat-nikmat yang Allah timbunkan pada hamba-hambaNya tidak terbatas hanya lahiriah. Keimanan, kecantikan, kebija-ksanaan, kepiawaian menilai, dan kesehatan yang baik merupakan juga nikmat-nikmat besar atas mana mukmin harus bersyukur.
Dalam Qur'an, Allah menarik perhatian kita pada tak berhingga nikmat yang diterima manusia:
Sikap yang diambil mukmin beriman sempurna terhadap nikmat-nikmat adalah ber-segera mencari perlindungan Allah dan merasa bersyukur kepadaNya, sadar bahwa semua itu cobaan. Dan lalu ia mengubah nikmat-nikmat ini menjadi amal kebajikan demi meraih redha Allah.
Akan tetapi, seseorang perlu mengingat bahwa nikmat-nikmat yang Allah timbunkan pada hamba-hambaNya tidak terbatas hanya lahiriah. Keimanan, kecantikan, kebija-ksanaan, kepiawaian menilai, dan kesehatan yang baik merupakan juga nikmat-nikmat besar atas mana mukmin harus bersyukur.
Dalam Qur'an, Allah menarik perhatian kita pada tak berhingga nikmat yang diterima manusia:

Firman Allah Taala: ‘Dan Ia
telah memberi kepada kamu sebahagian dari tiap-tiap apa jua yang kamu hajati.
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah nescaya lemahlah kamu menentukan
bilangannya. Sesungguhnya manusia (yang ingkar) sangat suka menem-patkan
sesuatu pada bukan tempatnya lagi sangat tidak menghargai nikmat Tuhannya.’ (QS
Ibrahim, 14: Ayat 34)
Pengkajian Qur'an dan kehidupan para nabi menyingkapkan bahwa kekayaan dan kekuasaan yang dianugerahkan kepada mereka tidak pernah menyimpangkan mereka dari menerapkan keadilan atau menunjukkan kesempurnaan akhlak.
Mereka mempertahankan kerendahhatian mereka di hadapan Allah dalam semua kea-daan. Dalam Qur'an, Allah memuji kebijaksanaan akhlak mulia hamba-hambaNya ini dan menetapkan mereka sebagai:
Pengkajian Qur'an dan kehidupan para nabi menyingkapkan bahwa kekayaan dan kekuasaan yang dianugerahkan kepada mereka tidak pernah menyimpangkan mereka dari menerapkan keadilan atau menunjukkan kesempurnaan akhlak.
Mereka mempertahankan kerendahhatian mereka di hadapan Allah dalam semua kea-daan. Dalam Qur'an, Allah memuji kebijaksanaan akhlak mulia hamba-hambaNya ini dan menetapkan mereka sebagai:

Firman Allah Taala: ‘Orang-orang yang jika Kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang
mungkar; dan kepada Allah kembali segala urusan.’ (QS Al-Hajj, 22: Ayat 41)
REMEMBER: "UMATi, UMATi, UMATi" worlduptown@yahoo.co.uk
God Almighty says in the Holy Quran: "By
Time, Indeed, mankind is in loss, Except for those who have believed and done
righteous deeds and advised each other to truth and advised each other to
patience." (Qur'an, Al-Asr 103)

REMEMBER: "UMATi, UMATi, UMATi" HebrewKing@mail.com
Spread the WORD: Iman
REMEMBER: "UMATi, UMATi, UMATi" worlduptown@yahoo.co.uk
The Exemplary Attitudes the People Of Perfected
Faith Assume In Times Of Difficulty
Faith Assume In Times Of Difficulty
Before discussing the attitudes
the people of perfected faith assume in times of difficulty, we need to have a
true understanding of the way they perceive difficulties. People of perfected
faith are those who truly grasp that this world is a place specially designed
to put man to the test. They also truly know that the concept of
"difficulty" is created to distinguish between "people who
really believe" and "those in whose hearts is a disease". Times
of difficulty and trouble are important moments for believers that enable them
to prove their sincerity in faith.
This being the case, contrary to its general meaning,
"difficulty" is truly a "blessing" for a man of perfected faith.
Owing to this perception, they put their trust in Allah when they meet with
hardship. Meanwhile, they never forget to pray that Allah may not burden them
with more than they have the capacity to bear: Allah does not impose on any
soul more than it can stand. It shall be requited for whatever good and
whatever evil it has done. Our Lord, do not take us to task if we forget or
make a mistake! Our Lord, do not place on us a load burden like the one You
placed on those before us!

God Almighty says in the Holy
Quran: ‘Allah does not charge a soul except [with that within] its capacity. It
will have (the consequence of) what (good) it has gained, and it will bear (the
consequence of) what (evil) it has earned. "Our Lord, do not impose blame
upon us if we have forgotten or erred. Our Lord, and lay not upon us a burden
like that which You laid upon those before us. Our Lord, and burden us not with
that which we have no ability to bear. And pardon us; and forgive us; and have
mercy upon us. You are our protector, so give us victory over the disbelieving
people.’ (QS Al-Baqarah, 2: verse 286)
In the face of a difficulty, they understand that it is a trial "which they have the strength to bear" and thus try to show their submission to Allah and their trust in Him in the best way possible.
They know that the attitudes they assume in times of ease and those they display in hardship are not the same in the sight of Allah. On this subject, Allah gives the following example:
In the face of a difficulty, they understand that it is a trial "which they have the strength to bear" and thus try to show their submission to Allah and their trust in Him in the best way possible.
They know that the attitudes they assume in times of ease and those they display in hardship are not the same in the sight of Allah. On this subject, Allah gives the following example:

God Almighty says in the Holy
Quran: ‘Not equal are those believers remaining (at home) - other than the
disabled - and the mujahideen, (who strive and fight) in the cause of Allah
with their wealth and their lives. Allah has preferred the mujahideen through
their wealth and their lives over those who remain (behind), by degrees. And to
both Allah has promised the best (reward). But Allah has preferred the
mujahideen over those who remain [behind] with a great reward’ - (QS Al-Nisa,
4: verse 95)
As the above verse also stresses, people who seek Allah's approval in times of hardship are superior to those who do not make any effort. Their holding fast to their religion in such hard times reveals the profoundness of their faith. It is difficult to judge the sincerity of a person who makes sacrifice in times of ease. Putting people to the test through hardship is a way by which Allah distinguishes between those who are truthful and those who are liars.
Allah's testing believers with difficulties serves another purpose. Having experienced a difficulty makes an individual appreciate the value of a blessing much better and this makes him feel more grateful.
This is because, difficulty and pain matures the human spirit. Difficulties in this world enable man to make the comparison between the good and bad, abundance and scarcity, comfort and inconvenience.
Only through these comparisons does a man appreciate the worth of the material and spiritual blessings he enjoys. More importantly, these difficulties enable him to truly understand how much he is in need of Allah and to comprehend his weakness before Him.
The kind of hardships through which a person can be put to the test in this world are specified as follows:
As the above verse also stresses, people who seek Allah's approval in times of hardship are superior to those who do not make any effort. Their holding fast to their religion in such hard times reveals the profoundness of their faith. It is difficult to judge the sincerity of a person who makes sacrifice in times of ease. Putting people to the test through hardship is a way by which Allah distinguishes between those who are truthful and those who are liars.
Allah's testing believers with difficulties serves another purpose. Having experienced a difficulty makes an individual appreciate the value of a blessing much better and this makes him feel more grateful.
This is because, difficulty and pain matures the human spirit. Difficulties in this world enable man to make the comparison between the good and bad, abundance and scarcity, comfort and inconvenience.
Only through these comparisons does a man appreciate the worth of the material and spiritual blessings he enjoys. More importantly, these difficulties enable him to truly understand how much he is in need of Allah and to comprehend his weakness before Him.
The kind of hardships through which a person can be put to the test in this world are specified as follows:

God Almighty says in the Holy
Quran: ‘We will test you with a certain amount of fear and hunger and loss of
wealth and life and crops. But give good news to the steadfast.’ (QS
Al-Baqarah, 2: verse 155)
A believer who bears this verse in mind prepares himself for difficulties even before he encounters them and promises Allah that he will show determination in patience and submission, and remain devoted, whatever the circumstances may be. His perfected faith accounts for this noble attitude.
In the face of fear, unbearable hunger, poverty, an injury or loss of a loved one, he remains committed to being contented with Allah and to assuming a grateful manner towards Him. He sees all such circumstances as a means to draw nearer to Allah and to attain paradise. One verse reads:
A believer who bears this verse in mind prepares himself for difficulties even before he encounters them and promises Allah that he will show determination in patience and submission, and remain devoted, whatever the circumstances may be. His perfected faith accounts for this noble attitude.
In the face of fear, unbearable hunger, poverty, an injury or loss of a loved one, he remains committed to being contented with Allah and to assuming a grateful manner towards Him. He sees all such circumstances as a means to draw nearer to Allah and to attain paradise. One verse reads:

God Almighty says in the Holy Quran: ‘Allah has bought from the believers their lives and their wealth and in return has promised them the Garden. They will strive for the cause of Allah, kill and be killed. It is a promise binding on Him in the Torah, the Gospel and the Qur'an and who is truer to his pledge than Allah? Rejoice then in the bargain you have made. That is the greatest victory.’ (QS Al-Taubah, 9: verse 111)
A believer who has reached this maturity of faith is aware that one cannot attain a great reward like paradise merely by only saying: "I believe":


God Almighty says in the Holy
Quran: ‘Do people imagine that they will be left to say, "We
believe," and will not be tested? We tested those who have gone before
them, so that Allah would know the truthful and would know the liars.’ (QS
Al-Ankabut, 29: verse 2-3)
Again in another verse Allah draws our attention to this important truth:
Again in another verse Allah draws our attention to this important truth:

God Almighty says in the Holy
Quran: ‘Or did you suppose that you would enter the Garden without facing the
same suffering as those who came before you? Poverty and illness afflicted them
and they were shaken to the point that the Messenger and those who shared his
faith cried out: "When is Allah's help coming?" Be assured that
Allah's help is ever near.’ (QS Al-Baqarah, 2: verse 214)
These verses reveal that, in compliance with the immutable law of Allah, all human beings who have ever appeared on earth have faced these difficulties. They were also tested by having their wealth and life put at stake; they were also subjected to the cruelty and pressure of disbelievers and thus the difference between true believers and insincere ones became apparent.
That is why, the moment a believer becomes acquainted with the Qur'an, he starts to prepare for these events. However, these events, which occur in compliance with the essence of trial, may not be exactly the same as those under the conditions of our Prophet Sallalla hu-Alayhi- was-Sallam (peace and blessings of God be on him) time. In our day, we probably meet difficulties under very different circumstances.
A man who has attained perfected faith knows that each and every untoward event he experiences is, without exception, a trial from Allah. The kind of adversity he is faced with may be hunger, loss of wealth or life as well as the trials he may encounter in daily life. Sometimes all kinds of adversity come one after another.
One may lose a loved one at a quite unexpected time. At the same time, one may have financial problems. All this distress may be coupled with serious health problems. Seeing all these as an opportunity, the devil may meanwhile seek ways to tempt the afflicted person. In the midst of such distress, another believer may ask for his help.
Under all conditions, a man of perfected faith responds with an attitude that best pleases Allah and never makes anyone who seeks assistance become conscious of the difficulties with which he grapples. The tone of his voice, the expression on his face or his manner conveys his willingness to help.
A man of perfected faith displays all this patience and these fine moral virtues because of his devotion to, respect for and fear of Allah and his submission to Him.
The above example succinctly conveys the point that no matter how dire the circumstances may be, a man of perfected faith never deviates from virtuous conduct and manners. Aware that all afflictions befall human beings at the will of Allah, he seeks relief and solutions from Allah alone.
This world is but a temporary abode for him; he will remain here for a specified period of time and then depart; what really matters is to exercise patience under all conditions, to live by the values that please Allah and obtain His approval.
Everything in the life of this world is transitory. A man must principally keep in mind that he is being tested with these temporary events and, based on the results of this trial, an eternal abode awaits him in the hereafter.
The real abode of man is the hereafter. Even if one experiences the severest pain, difficulty or distress in this world, all of these will ultimately abate or death will put an end to them.
This also holds true for the contrary. None of the blessings the individual enjoys in this world belong to him. When death comes upon him, he will leave them all behind. It may well be that one who led an ostentatious life in this WORLD will end up in the torment of hell. What we mean here is that, the favourable quality of the life a man enjoys in this world is by no means a criterion; such a life is but a trial.
One who has undergone difficulties in this world may well be someone who is worthy of a blissful life in paradise. That is because in this WORLD, he took Allah as a friend, and exercised patience in order to earn His approval. These people will say the following in the hereafter:
These verses reveal that, in compliance with the immutable law of Allah, all human beings who have ever appeared on earth have faced these difficulties. They were also tested by having their wealth and life put at stake; they were also subjected to the cruelty and pressure of disbelievers and thus the difference between true believers and insincere ones became apparent.
That is why, the moment a believer becomes acquainted with the Qur'an, he starts to prepare for these events. However, these events, which occur in compliance with the essence of trial, may not be exactly the same as those under the conditions of our Prophet Sallalla hu-Alayhi- was-Sallam (peace and blessings of God be on him) time. In our day, we probably meet difficulties under very different circumstances.
A man who has attained perfected faith knows that each and every untoward event he experiences is, without exception, a trial from Allah. The kind of adversity he is faced with may be hunger, loss of wealth or life as well as the trials he may encounter in daily life. Sometimes all kinds of adversity come one after another.
One may lose a loved one at a quite unexpected time. At the same time, one may have financial problems. All this distress may be coupled with serious health problems. Seeing all these as an opportunity, the devil may meanwhile seek ways to tempt the afflicted person. In the midst of such distress, another believer may ask for his help.
Under all conditions, a man of perfected faith responds with an attitude that best pleases Allah and never makes anyone who seeks assistance become conscious of the difficulties with which he grapples. The tone of his voice, the expression on his face or his manner conveys his willingness to help.
A man of perfected faith displays all this patience and these fine moral virtues because of his devotion to, respect for and fear of Allah and his submission to Him.
The above example succinctly conveys the point that no matter how dire the circumstances may be, a man of perfected faith never deviates from virtuous conduct and manners. Aware that all afflictions befall human beings at the will of Allah, he seeks relief and solutions from Allah alone.
This world is but a temporary abode for him; he will remain here for a specified period of time and then depart; what really matters is to exercise patience under all conditions, to live by the values that please Allah and obtain His approval.
Everything in the life of this world is transitory. A man must principally keep in mind that he is being tested with these temporary events and, based on the results of this trial, an eternal abode awaits him in the hereafter.
The real abode of man is the hereafter. Even if one experiences the severest pain, difficulty or distress in this world, all of these will ultimately abate or death will put an end to them.
This also holds true for the contrary. None of the blessings the individual enjoys in this world belong to him. When death comes upon him, he will leave them all behind. It may well be that one who led an ostentatious life in this WORLD will end up in the torment of hell. What we mean here is that, the favourable quality of the life a man enjoys in this world is by no means a criterion; such a life is but a trial.
One who has undergone difficulties in this world may well be someone who is worthy of a blissful life in paradise. That is because in this WORLD, he took Allah as a friend, and exercised patience in order to earn His approval. These people will say the following in the hereafter:


God Almighty says in the Holy
Quran: ‘They will say, "Praise be to Allah who has taken away all sadness
from us. Truly, our Lord is Ever-Forgiving and ever bountiful in his rewards.
Through His grace He has admitted us to the Eternal Abode where we shall endure
no toil, no weariness.’ (QS Fathir, 35: verse 34-35)
The Attitude Displayed by A Person of Perfected Faith When A Blessing Is Bestowed Upon Him
The majority of people-in the words of the Qur'an-"exult" when Allah showers them with blessings after some distress they have gone through. Forgetting the Granter of these blessings, they immediately turn their faces away. However, Allah says:
The Attitude Displayed by A Person of Perfected Faith When A Blessing Is Bestowed Upon Him
The majority of people-in the words of the Qur'an-"exult" when Allah showers them with blessings after some distress they have gone through. Forgetting the Granter of these blessings, they immediately turn their faces away. However, Allah says:

‘Indeed, Qarun was from the
people of Moses, but he tyrannized them. And We gave him of treasures whose
keys would burden a band of strong men; thereupon his people said to him,
"Do not exult. Indeed, Allah does not like the exultant.’ (QS Al-Qashash,
28: verse 76)
The people of true faith are those who never exult in the blessings they enjoy and who are aware that they are from their Lord. They never lose sight of the fact that they are in need of Allah in times of welfare and peace as well as in times of difficulty.
That Allah can take back His blessings any time He wills and leave them in need is a fact they never forget. With this mindset, in poverty or abundance, in ease or difficulty, they always assume a grateful manner towards Allah.
People of perfected faith fear the punishment of the dreadful Day. They know that Allah will punish those who are ungrateful to Him. That Allah will punish those who are ungrateful is stated in a verse:
The people of true faith are those who never exult in the blessings they enjoy and who are aware that they are from their Lord. They never lose sight of the fact that they are in need of Allah in times of welfare and peace as well as in times of difficulty.
That Allah can take back His blessings any time He wills and leave them in need is a fact they never forget. With this mindset, in poverty or abundance, in ease or difficulty, they always assume a grateful manner towards Allah.
People of perfected faith fear the punishment of the dreadful Day. They know that Allah will punish those who are ungrateful to Him. That Allah will punish those who are ungrateful is stated in a verse:

God Almighty says in the Holy
Quran: ‘That is how We repaid them for their ingratitude. Are any but the
ungrateful repaid like this?’ (QS Saba', 34: verse 17)
Just like difficulties, blessings are also a part of the test to which Allah puts His servants in this world. As the Prophet Sulaiman Alayhis Sallam (peace be on him) expressed it:
Just like difficulties, blessings are also a part of the test to which Allah puts His servants in this world. As the Prophet Sulaiman Alayhis Sallam (peace be on him) expressed it:

God Almighty says in the Holy
Quran: ‘Said one who had knowledge from the Scripture, "I will bring it to
you before your glance returns to you." And when (Solomon) saw it placed
before him, he said, "This is from the favor of my Lord to test me whether
I will be grateful or ungrateful. And whoever is grateful - his gratitude is
only for (the benefit of) himself. And whoever is ungrateful - then indeed, my
Lord is Free of need and Generous.’ (QS Al-Naml, 27: verse 40)
The attitude a believer of perfected faith adopts towards blessings is that he immediately takes refuge in Allah and feels grateful to Him, aware that this is a trial. And then he turns these blessings to good account in order to earn the approval of Allah.
However, one needs to keep in mind that the blessings Allah heaps upon His servants are not limited to the purely material. Faith, beauty, wisdom, the faculty of judgement, and good health are also great blessings for which believers should be grateful. In the Qur'an, Allah draws our attention to the infinite blessings a man enjoys:
The attitude a believer of perfected faith adopts towards blessings is that he immediately takes refuge in Allah and feels grateful to Him, aware that this is a trial. And then he turns these blessings to good account in order to earn the approval of Allah.
However, one needs to keep in mind that the blessings Allah heaps upon His servants are not limited to the purely material. Faith, beauty, wisdom, the faculty of judgement, and good health are also great blessings for which believers should be grateful. In the Qur'an, Allah draws our attention to the infinite blessings a man enjoys:

God Almighty says in the Holy
Quran: ‘And He gave you from all you asked of Him. And if you should count the
favor of Allah , you could not enumerate them. Indeed, mankind is (generally)
most unjust and ungrateful.’ (QS Ibrahim, 14: verse 34)
A scrutiny of the Qur'an and the lives of the prophets reveals that the riches and power bestowed upon them never diverted them from exercising justice or displaying moral perfection. They maintained their humility before Allah under all circumstances. In the Qur'an, Allah praises this fine moral virtue of His servants and defines them as being:
A scrutiny of the Qur'an and the lives of the prophets reveals that the riches and power bestowed upon them never diverted them from exercising justice or displaying moral perfection. They maintained their humility before Allah under all circumstances. In the Qur'an, Allah praises this fine moral virtue of His servants and defines them as being:

God Almighty says in the Holy Quran: ‘Those who,
if We establish them firmly in the land, will regularly say their prayers and
give alms, and will enjoin what is right and forbid what is wrong. And to Allah
belongs the outcome of all matters.’ (QS Al-Hajj, 22: verse 41)
REMEMBER: Do Not let YOURSELF Left by the TRAIN!!!
JOIN theCLUB If ‘U’ Think ‘U’ Are the 18Group Of People! The GOLDMINE 1WORLD Community Should Render Back the trusts to those to Whom they Due: (@18 Group Of people) Poor People, Orphan, Single Mother, Single Father, Student, Low In Come, Jobless, Disable, Patient, Old Citizen, Prisoner, Bankruptcy, FARMER, Fishermen, RICH People, All RACES, All Country And All Government In theWhole WORLD. theWORLD for free! NewWORLDPrinciple: ASSETProperty "It's NOT For SALE, It's Not For Bought, It's FREE!: *House *Car *@Education: College, University. *@ELETRICAL GOODs: Air Con, PC Laptops, Home Theatre. *FURNITURE: Sofa Set, Bed Set, Sauna Bath, Kitchen Cabinet, Dining Table. Vacation: Around the WORLD, Holiday, HAJ, UMRAH, NOW EveryONE CAN Fly, Hotels. *Life Insurance: (Hospital, Funeral, Death, Pension).